Cerita mengharukan dari seorang jutawan masa kini yaitu
Bpk.Chairul Tanjung,Dari selembar kain batik halus milik ibunya,31 tahun
lalu,Bpk.Chairul Tanjung mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar
75.000 orang di berbagai perusahaan miliknya tersebut.
Atas dukungan yang kuat dari ibunya beliau mampu mereih kejayaan
seperti sekarang ini dan hal itu tidak akan mungkin terjadi atas kehendak Yang
Maha Kuasa,” ujar Chairul saat berbincang santai di
sela-sela kesibukannya mempersiapkan peresmian Kompleks Trans Studio dan hotel
mewah berstandar internasional, Trans Luxury Hotel, di Bandung, Jawa Barat,
Kamis (28/6) malam.
Oleh karena itu, ekspansi bisnis ke berbagai bidang usaha yang
dilakukannya merupakan bagian rasa syukur dari semua kesempatan yang diberikan
Allah SWT.
Bagi Chairul, rasa syukur tak cukup hanya berdoa dan mengucap
alhamdulillah, tetapi harus bekerja keras dan terus berusaha. Dengan
berkembang, berarti semakin banyak kesempatan kerja dan semakin banyak orang
bisa hidup dari perusahaannya. Dan, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang
berguna untuk manusia lainnya.
”CT di mata saya adalah seorang Indonesia yang diimpikan siapa
saja. Muda, bekerja keras, sukses besar, bersih dan gentleman,” ujar Menteri
Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.
Namun, Chairul berusaha tetap rendah hati. Ia merasa bukan orang
pintar karena orang pintar di negeri ini banyak. Begitu pula yang bekerja
keras, pun tidak sedikit.
Sukses menjalankan usaha dan mempekerjakan puluhan ribu orang
tidak membuat Chairul merasa menjadi aktor utamanya. ”Itu skenario Yang Maha
Kuasa,” ujarnya.
Kain batik halus
”Chairul, uang kuliah pertamamu yang Ibu berikan beberapa hari
lalu Ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus Ibu. Belajarlah dengan serius,
Nak.” Kata-kata yang diucapkan Hj Halimah, ibunda Chairul, itu masih terngiang
jelas dan menyentuh kalbu yang paling dalam.
Ia tidak menyangka ibunya terpaksa melepas kain batik halus
simpanan untuk membiayai ongkos masuk kuliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia (UI) tahun 1981. Padahal Chairul yakin, kain batik itu
adalah harta paling berharga yang kala itu dimiliki ibundanya.
”Di satu sisi, saya terpukul dan terharu mendengar hal itu. Namun,
dari situlah saya bertekad tidak akan meminta uang lagi kepada ibu. Saya harus
bisa memenuhi biaya kuliah sendiri,” kata Chairul.
Kompleks bisnis terpadu itu akan dibuka Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan duta besar sejumlah negara. Ia mendedikasikan acara ini untuk
perjuangan ibunya, Halimah, yang telah menjadi sosok penyemangat hidupnya
hingga kini.
Batik halus yang mirip dengan milik ibunya dulu, akan dijadikan
suvenir utama bagi para undangan.
Buku praktikum
Titik balik kemandiriannya dimulai saat Chairul melihat peluang
usaha pembuatan buku praktikum kuliah. Ia menjual cetakan buku praktikum dengan
harga lebih murah dibandingkan dengan di kios fotokopi yang ada di sekitar
Kampus UI.
Ia bekerja sama dengan usaha percetakan milik kerabat salah
seorang temannya. Beruntung, usaha pertamanya ini dilakukan tanpa modal karena
pemilik percetakan tak mengharapkan uang muka. ”Keuntungan pertama saya Rp
15.000, dan terhitung besar pada zaman itu. Namun, pengalaman yang paling
berharga adalah saat belajar soal jaringan dan kepercayaan,” cerita Chairul Tanjung.
Pengorbanan ibu dan keuntungan Rp 15.000 pertama itu membangkitkan
rasa percaya dirinya. Perlahan Chairul mengembangkan usahanya dengan mencoba
bisnis importir alat kedokteran hingga eksportir sandal.
Dia juga pernah merugi saat gagal merintis pembuatan pabrik
sumpit. Namun, kejadian itu tidak membuatnya patah arang.
”Saya selalu menerima kegagalan dengan tangan terbuka. Percaya
atau tidak, bila semuanya diterima dengan terbuka, lama-lama kegagalan akan
enggan datang,” selorohnya.
Berbekal semangat dan filosofi itu, Chairul dikenal sebagai salah
satu pengusaha sukses Indonesia kini. Majalah Forbes menempatkan Chairul
Tanjung pada urutan 937 orang kaya di dunia dengan total kekayaan satu miliar
dollar AS.
Beberapa kalangan menyebut Chairul bertangan emas, yang bisa
menjadikan semua usahanya nyaris sempurna.
Mengambil alih
”Tangan emas” dibuktikannya saat mengambil alih kembali Bank Mega
tahun 1996. Saat itu Bank Mega tengah sakit keras dengan saldo merah di Bank
Indonesia mencapai Rp 90 miliar. Sebesar 90 persen di antaranya merupakan
kredit macet. Hasilnya, tahun 2011 Bank Mega masuk jajaran 12 bank di Indonesia
dengan aset Rp 62 triliun.
Stasiun televisi TransTV dan Trans7 dibawanya menjadi favorit
masyarakat dengan program yang dikelola sendiri oleh para personelnya. Pusat
hiburan masyarakat di Makassar dan Bandung, seperti Trans Studio, pun dalam
waktu singkat menjadi kawasan idola masyarakat Indonesia.
Tidak heran, banyak perusahaan berskala lokal dan internasional
menawarkan diri untuk dibidaninya. Salah satunya adalah saat dia mengakuisisi
raksasa ritel Perancis, Carrefour. Chairul mengatakan, bukan dia yang memilih
mengakuisisi, tetapi pihak Carrefour yang menawarkan kepadanya tahun 2010.
Selain terus membuka kesempatan kerja lewat berbagai unit usaha
baru, Chairul Tanjung juga menggagas berbagai organisasi dan kegiatan amal,
baik untuk warga miskin maupun korban bencana alam. Di antaranya lewat Chairul
Tanjung Foundation, Rumah Anak Madani, Komite Kemanusiaan Indonesia, dan We
Care Indonesia. ”Saya sempat terharu saat seorang warga mengatakan akan terus
berbelanja di Carrefour agar saya bisa membantu semakin banyak orang,” katanya.
Sebagai manusia biasa, Chairul Tanjung juga pernah punya
kekhawatiran besar. Ia merasa cemas bila tidak punya energi lagi untuk mengurus
perusahaan yang memayungi puluhan ribu orang ini.
Namun, dia menambahkan, sekarang ia sudah punya jurus jitu untuk
menekan kecemasan itu. Tahun 1995, saat mengantar ibunda menunaikan ibadah
haji, di pintu Kabah ia mengikrarkan diri sebagai prajurit Allah.
”Sebagai prajurit, apa pun yang Dia berikan, baik, buruk, susah,
senang, ringan, berat, insya Allah akan senantiasa saya jalankan dengan ikhlas.
Saya pasrah kepada-Nya yang sudah memberikan berkah ini. Karena, toh, dulu juga
saya bukan siapa-siapa,” ujar Chairul tersenyum, tanpa beban.
0 comments:
Post a Comment